Semakin berilmu seseorang, seharusnya ia semakin tahu akan tanda-tanda Kebesaran Allah SWT, maka seharusnya pula ia semakin beriman kepada-Nya, semoga kita bagian dari orang-orang itu, Amin.

Rabu, 05 November 2014

Disiplin Ala Para Samurai

Salah satu syarat-penting agar bermental “driver” adalah memiliki kemauan-kuat untuk mendisiplinkan diri. Secara menarik, dalam bukunya Self Driving, Rhenald Kasali (RK) membahas syarat-penting itu di Bab 6 “Self Discipline (Disiplin Diri)”. Saya beruntung dapat membaca dan menekuni Bab 6 ini. RK tidak membahas disiplin diri dalam bentuk konsep-konsep yang rumit dan membosankan. Dia malah mengisahkan pengalamannya dalam mendisiplinkan diri ketika menyiapkan dan menyelesaikan buku Self Driving. Pembaca bukunya—seperti saya—lantas dapat menghayati sekaligus mendapat manfaat double. Di samping dapat belajar-langsung self discipline, saya pun dapat belajar bagaimana menyiapkan dan menulis buku yang bagus sebagaimana buku-buku RK.

RK membuka kisahnya dengan mencuplik disiplin diri para Samurai dalam film The Last Samurai . Bagi yang pernah menonton film itu, ada seorang tokoh bernama Nathan Overick yang diperankan secara berkarakter oleh Tom Cruise. Nathan juga suka mencatat pengalamannya dan menggambar sosok-sosok yang dikenalnya. “Tak ada yang mampu mengalahkan manusia-manusia yang disiplin. Bahkan senjata yang lebih modern dan pasukan yang lebih banyak sekalipun tak akan bisa mengalahkan Samurai.” Kalimat ini diucapkan Nathan dan dikutip RK dalam Self Driving. Meski kita tahu para samurai akhirnya mampu dikalahkan oleh kanon dan senapan, namun kedisiplinan diri yang membentuk karakter khas para Samurai itu tetap mengundang decak kagum.



“Saya tidak pernah menyaksikan disiplin yang lebih kuat dari apa yang dimiliki oleh para Samurai,” tambah Nathan. Para Samurai bangun di pagi hari secara otomatis tanpa dibangunkan. Mereka masing-masing sudah otomatis mengetahui apa yang menjadi tugas dan tanggung jawabnya. Berlatih setiap pagi dengan penuh ketekunan dan bekerja dengan nilai-nilai yang menjunjung tinggi kehormatan dan kejujuran. “Itulah modal seorang driver: disiplin dan kehormatan diri. Disiplin adalah sebuah komitmen,” tulis RK.  Dan perhatikan kalimat berikut: “Bab ini saya tulis dalam perjalanan menuju benua Eropa (Agustus 2012) untuk memwisuda mahasiswa-mahasiswa saya yang telah menyelesaikan program MBA bekerja sama dengan Universitas Piere Mendez Grenoble yang terletak di kaki Gunung Alpen, di wilayah Lyon, Prancis. Perjalanan itu sendiri hanya memakan waktu sekitar 4-5 hari, namun saya menambah perjalanan itu selama beberapa hari untuk menulis buku ini,” tulis RK di halaman 113.

Jika kita berhenti sejenak dan membayangkan bagaimana RK menyiapkan dan menulis buku Self Driving, apakah yang terbayang di benak kita? “Buku ini ditulis di sepanjang perjalanan dengan menggunakan kertas polos dan blocknotes yang saya bawa dari Jakarta dan sekitar 30 isi bolpoin uni-ball Signo yang seakan tak pernah berhenti dipakai sejak pesawat lepas landas dari Bandara Soekarno-Hatta.” Kemudian kata RK selanjutnya, “Saya menyambungnya di ruang transit Bandara Dubai sambil ditemani secangkir kopi Java dan beberapa potong ikan salem asap. Dari Dubai, di atas pesawat Emirates yang saya tumpangi, penulisan saya lanjutkan beberapa jam hingga sampai di Bandara Zurich, Swiss. Saat ini, bagian pertama buku ini baru saja selesai dan satu isi bolpoin sudah habis tak terasa. Saya menggantinya di sebuah taksi yang membawa saya dan istri ke sebuah penginapan kecil di luar kota Zurich. Saya hanya berhenti menulis saat berbincang dengan istri yang dapat dilakukan setiap saat, atau memeriksa data-data tang dikirim staf-staf saya dari Jakarta melalui email, i-Pad, BlackBerry, ponsel Nokia, dan e-book reader Nook yang memungkinkan saya mengunduh buku-buku baru dengan harga yang lebih murah.”

Apa yang dapat kita pelajari dari kisah RK dalam membuat buku Self Driving? “Saya tidak pernah mendiamkan waktu-waktu kosong hilang begitu saja,” tulis RK.[]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar