"Menikah itu butuh harta, emang mau
dikasih makan apa kalo gak punya
harta ?, dikasih cinta ?... Hah ?, makan
tuh cinta !"
Ya ya yaa.. kata-kata diatas memang ada
benarnya, tetapi bagi mereka yang tidak
faham, bahwa sesungguhnya cintalah
yang mendatangkan harta, bukan harta
yang mendatangkan cinta.
Masih ingat kisah MNHR yang
menikah dengan pangeran negeri seberang TK FHR?, bukankah harta sang
pangeran begitu berlimpah ?, bukankah
rumah mereka sebuah istana megah ?,
Lalu apakah dengan kelimpahan dan
kemegahan itu mereka mampu
membentuk keluarga sakinah ? mampu
merangkai pelaminan mawaddah ?, tidak
bukan ?
Adalah ‘Ali ibn Abi Thalib memulai
pernikahannya bukan dari harta,
melainkan dimulai dari cinta: awalnya ia
tak punya rumah, perabot, dan
kebutuhan lainnya.
Tetapi ‘Ali...
menunjukkan diri sebagai calon suami
kompeten; dia mandiri, siap bekerja jadi
kuli air dengan upah segenggam kurma.
Maka Ali dan Fatimah mampu menulis
sejarah cinta terindah, yang ia bangun
dari fondasi cinta, bukan tumpukan harta.
Tetapi maaf, status diatas tidak
dimaksudkan agar para lelaki bemalas
dalam bekerja, lalu bersibuk dalam
bergombal ria. TIDAK !
Jika ada suami atau calon yang miskin,
tetapi ada kemauan bekerja keras. Maka
hakikatnya ia sedang menanam harta dari
pupuk cinta.
Tetapi jika ada suami atau calon yang berkata " I love you" namun pemalas, maka hakikatnya dia hanya sedang menggombalimu, bukan mencintaimu.
Kenapa?, karena hakikat cinta adalah
keinginan untuk memberi, merawat dan
menumbuhkan, agar sang bunga yg
dicintai tersenyum dalam rekah bahagia.
Subhanallah...
Aamiin..
Tidak ada komentar:
Posting Komentar